“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya” ( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Sabtu, 12 November 2011

Rasulullah di Mata Sarjana Barat (7)

Kehidupan Keluarga

Ketika Rasulullah berusia 25 tahun, ia menikah dengan seorang janda berumur 40 tahun, Khadijah. Mereka menjalani kehidupan perkawinan yang monogami bahagia dan memuaskan di Makkah selama dua puluh lima tahun penuh. Beliau seorang suami yang setia dan seorang ayah yang penuh kasih sayang. Khadijah mempunyai dua anak laki-laki Kasim dan Abdullah serta empat putri, Zainab dan Ruqayyah, Ummi Kalzum dan Fatimah. Kedua anak lelakinya meninggal sebelum dewasa, sementara putri-putrinya tumbuh dewasa. Satu Tahun setelah meninggalnya Khadijah, Rasulullah berusia lima puluh satu tahun, beliau menikah dengan seorang janda berumur lima puluh tahun yang menanggung biaya rumah tangga dan empat putrinya hingga semuanya berkeluarga.28 Tiga putri Nabi yang pertama meninggal sebelum Nabi wafat sedangkan putri keempatnya, Fatimah menjadi istri Ali bin Abi Thalib meninggal 6 bulan setelah wafatnya Nabi.29

Di Madinah, pertempuran-pertempuran telah menyebabkan sejumlah kaum muslim meninggal. Akibatnya, banyak kaum wanita menjadi janda dan anak-anak mereka menjadi yatim. Selain itu sejumlah besar wanita non-muslim menjadi janda dan anak-anak mereka juga menjadi yatim. Mereka berada di kamp-kamp kaum muslim sebagai tawanan perang. Dengan demikian banyak janda memerlukan bantuan makanan dan rumah untuk berlindumg. Saat itu Rasulullah berusia 54 tahun. Untuk mencegah terjadinya polusi bagi masyarakat Islam Allah memerintahkan kepada umat Islam:

artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."30" (Al-Qur'an: Surah An Nisaa', Ayat:3)

Sisi rasional di balik perintah Allah ini adalah untuk memberikan kepada wanita-wanita muslim rumah, perlindungan, keamanan dan penjagaan. Perkawinan melalui proses ikatan perkawinan yang benar tidak hanya memberikan kepada mereka sebuah rumah, perumahan, penghormatan dan keamanan, tetapi juga keperdulian dan pengharapan kepada mereka dan anak-anak mereka. Tentunya inilah kepentingan kemanusiaan dan moralitas yang paling mulia dan tertinggi. Bagimanapun juga, diperbolehkan laki-laki memiliki empat orang istri melalui proses yang benar, sebagaimana diperintahkan oleh Allah sebenarnya bersifat kondisional. Hal ini bukan merupakan izin terbuka dalam kehidupan sehari-hari dari seseorang.31 Ini juga tentu saja mensyaratkan semua kewajiban dan tanggung jawab yang harus diberikan kepada selain istri pertama dan anak-anaknya.32

Sebenarnya melalui perintah ini, Allah kemudian mengekang praktik poligami tak terbatas yang telah lama berlangsung. Islam melarang perzinaan dan hubungan seks di luar nikah, dan ini merupakan alasan moralitas seksual kaum laki-laki dan perempuan muslim lebih menonkol (superior) daripada yang lain. Allah memperbolehkan umat Islam kawin sampai 4 istri. Tetapi dalam kasus Muhammad, Allah memperbolehkan beliau, sebagai sebuah perkecualian, memiliki istri lebih dari empat. (Lihat al-Qur'an surah Al Ahzab ayat 50).

Setelah terjadi peperangan-peperangan, Rasulullah, dibawah izin khusus Tuhan, dari waktu ke waktu menikahi enam janda yang lain, semua dari mereka berusia empat puluhan dan lima puluhan. Selanjutnya, beliau menikahi dua wanita lain yang miskin karena suami-suaminya telah meninggalkan mereka dan wanita itu tidak lagi memiliki sebuah rumah. Semua wanita ini telah menjadi muslimah kecuali dua orang yang dengan kehendaknya sendiri memeluk Islam sebelum dinikahi oleh Rasulullah. Maryam yang masuk kerumah Nabi, adalah seorang wanita pemberian (hadiah) dari Gubernur Romawi Mesir. Rasulullah menikahi wanita muda ini setelah ia menjadi Islam, agar supaya menjali hubungan persahabatan antara dua negara bertetangga ini. Maryam melahirkan seorang anak laki-laki, Ibrahim, tetapi ia meninggal ketika masih kecil.

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa Nabi menikahi wanita-wanita janda berumur yang memiliki anak atas dasar kemanusiaan, ketika beliau masih berusia muda. Periode ini berlangsung antara usia 54 hingga 63 tahun dan dalam kondisi sibuk-sibuknya berperang melawan musuh-musuh Islam. Selain memberikan mereka rumah, ikatan matremonialnya dengan Rasulullah juga melahirkan stabilitas, pengaruh dan ikatan-ikatan negara muslim Madinah dengan suku-suku lain yang berpengaruh. Tak satupun dari istri-istrinya yang lain kecuali khadijah yang melahirkan anak.

Istri-istri Nabi mempunyai kewajiban, tanggung jawab dan peran khusus dalam proses penyebaran Islam. Mereka telah memberikan bimbingan yang benar dan menghilangkan kesalahpahaman berkenaan dengan kehidupan keluarga dan masalah-masalah wanita serta berkenaan dengan karakter dan perilaku yang baik dari suami mereka. Rasulullah tidak hanya seorang ayah yang penuh cinta dan kasih sayang kepada anak-anaknya tetapi juga kepada anak-anak angkat (anak tiri)nya. Beliau juga seorang suami yang setia dan penuh perhatian.33 Istri-istrinya adalah wanita-wanita baik dan belas serta sangat terhormat. Mereka disebut sebagai Ummahatul Mu'minin (ibu-ibu kaum Mukmin) bagi seluruh umat Islam.

Kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh Nabi kepada wanita miskin dan anak-anak yatim merupakan pertimbangan utama dalam pernikahan di akhir hidupnya Rasulullah. Semua kehidupan keluarganya menjadi presiden yang akan menetralkan (menyangkal) secara efektif stigma dan bahkan larangan bagi janda untuk menikah kembali. Dengan demikian, Nabi sendiri tidak hanya memberikan teladan dalam memberikan rumah dan penginapan bagi orang-orang miskin tetapi juga mendorong orang-orang beriman untuk ikut serta memikul tanggung jawab ini, tapi hanya sampai 4 istri. Hal ini merupakan langkah praktis untuk mengatasi masalah-masalah orang miskin, yaitu masalah surplusnya kaum perempuan dan anak-anak mereka ditengah masyarakat.

Tentu saja ini merupakan tanggung jawab moral, keberanian besar dan upaya kemanusiaan serta kecenderungan besar yang dilakukan oleh Nabi di akhir sisa-sisa hidupnya dimana orang-orang awam bahkan tidak dapat membayangkan bakal melakukannya. Hanya Rasulullah yang memiliki watak mulia dan keyakinan moral yang mendalam bisa menerima tantangan seperti diatas dan ini merupakan ciri kepribadiannya yang luar biasa dan multi dimensi.

Jika seseorang kini melihat Nabi sebagai seorang yang memiliki libido yang tinggi maka orang itu sunguh-sungguh keliru. Dia sungguh salah, tak berperasaan, kasar. Itu pernyataan palsu, penuh dendam dan melampaui batas. Monogami yang dilakukan dengan kekasih diluar ikatan pernikahan (paramour) dan immortalitas jauh lebih buruk dan rendah daripada poligami yang benar, jujur dan terbatas. Hanya melalui proses perkawinan yang mulia dan terhormat, melalui janji yang sungguh dibawah lindungan Allah. Tentu saja ini solusi yang jauh lebih baik.

    Judul Asli : "The Personality of Allah's Last Messenger".
    Penulis : "Abdul Wahid Khan"
  1. Atas pengakuan Aisyah Rasulullah mengutus Khaulah binti Hakim kepada Saudah binti Zam'ah untuk menikahinya. Saudah setuju, dengan syarat bahwa ayah saudah menyetujuinya. Maka Khaulah pergi kepadanya (ayahnya) dan dia senang dan memberinya restu. (Hadist Riwayat Ahmad, Ibnu Arabi A'sim, al-Baihaqi dan al-Hakim)
  2. Atas pengakuan Ibnu Abbas, ketika surat An Nash diturunkan, Rasulullah berkata kepada Fatimah: "Ini mengabarkan kematianku." Fatimah mulai menangis, kemudian ia ketawa ketika Rasulullah mengatakan kepadanya: "Sabarlah, karena kamu yang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku," (al-Baihaqi)
  3. Seharusnya dijelaskan juga disini bahwa apa yang dimaksudkan dengan kesamaan di sini adalah, kesamaan perlakuan yaitu memberikan makanan, pakaian, hadiah yang sama dan sebagainya kepada semua isterinya. Mengenai kesamaan kasih sayang, itu tidak ada (tidak dimaksudkan) di sini, Nabi adalah yang terbaik dari semua orang, dan Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah biasa memuji Khadijah sehingga Aisyah cemburu.
  4. Ketika seorang lelaki muslim ingin menikah dengan lebih dari satu isteri, maka ia seharusnya berniat tidak lain untuk mencari keridhaan, misalnya mengawini seorang janda yang membutuhkan makanan dan dukungan, atau berniat mempunyai banyak anak yang diharapkan menjadi muslim yang taat, dijalan Allah, sesuai dengan nasehat Nabi.
  5. Dr. Muhammad Mustafa Ash-Shanqeti mengatakan dalam bukunya, "Plurality of Wives and its Effect on the Commity": Al-Qur'an memberikan dasar (alasan) untuk memiliki banyak isteri (yaitu yang terbaik) dan menjelaskan bahwa pelarangan poligami dan hanya memiliki satu isteri hanya disetujui dalam keadaan tertentu, yaitu ketika dia tidak dapat berlaku adil terhadap semua isterinya ketika ia memiliki isteri lebih dari satu orang. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah: "Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja."(QS.An Nisaa':3) Ayat Al-Qur'an ini menyebutkan pertama pluralitas, menunjukkan bahwa itu lebih baik dan lebih disukai. Rasulullah kawin lebih dari satu isteri dan itu menjadi bukti kuat atas kelebihan beliau (freferability) karena Rasulullah hanya melakukan sesuatu yang terbaik. Hal ini ditegaskan dalam hadist Bukhari dan Muslim yang salih.
  6. Diriwayatkan atas pengakuan Aisyah bahwa Rasulullah bersabda: "Yang terbaik diantara kalian adalah orang yang berbuat baik kepada isteri dan saya yang terbaik di antara kalian dalam berbuat baik kepada isteri-isteriku. (Hadist Riwayat At-Tirmidhi).